Beranda | Artikel
Kepada Siapa Anda Beramal dan Berharap?
Selasa, 13 Januari 2015

islamic-wallpapers-043-al-sunna-net

Segala puji bagi Allah. Salawat dan salam semoga tercurah kepada Rasulullah, para sahabatnya, dan segenap pengikut setia mereka. Amma ba’du.

Allah berfirman (yang artinya), “Ketahuilah, sesungguhnya milik Allah semata agama/amal yang murni itu.” (Az-Zumar : 3)

Agama Islam adalah agama yang bernafaskan dengan keikhlasan, tiada satu pun amal melainkan ia butuh kepada ikhlas. Ikhlas ibarat pondasi dalam suatu bangunan dan laksana akar dalam sebatang pohon. Menegakkan bangunan tanpa pondasi adalah mustahil, sebagaimana tumbuhnya pohon tanpa akar adalah perkara yang tidak mungkin. Demikianlah perumpamaan ikhlas dalam hidup seorang insan, tanpanya ucapan dan amalan tiada bernilai di hadapan Allah.

Allah berfirman (yang artinya), “Tidakkah kamu melihat bagaimana Allah membuat suatu perumpamaan kalimat yang baik -yaitu kalimat tauhid- seperti pohon yang bagus; yang pokoknya kokoh terhunjam sedangkan cabangnya menjulang tinggi ke langit.” (Ibrahim : 24)

Syaikh Abdurrazzaq Al-Badr hafizhahullah berkata, “Oleh sebab itu semestinya perhatian dalam perkara akidah lebih didahulukan di atas perhatian kepada segala urusan. Terlebih-lebih lagi kerusakan dalam masalah akidah ini telah semakin merajalela di tengah manusia, dan muncullah beraneka ragam penyimpangan dalam hal akidah dari berbagai sisi.” (lihat Tadzkiratul Mu’tasi Syarh ‘Aqidah Al-Hafizh Abdul Ghani Al-Maqdisi, hal. 9)

Suatu saat, Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah ditanya, “Disana ada orang yang mengatakan; bahwa kaum muslimin sekarang ini sedang dibunuhi -dimana-mana- sedangkan kalian mengajak manusia kepada tauhid, padahal kebanyakan manusia sekarang ini sudah berislam/tunduk kepada Allah?”. Maka beliau menjawab, “Tidaklah mereka dibunuhi kecuali karena mereka melalaikan masalah tauhid. Sebab seandainya mereka istiqomah di atas tauhid pasti Allah ‘azza wa jalla memberikan pertolongan/kemenangan kepada mereka. Salah satu sebab utama dibunuhinya kaum muslimin adalah karena syirik yang merajalela diantara mereka dan tidak adanya perhatian mereka terhadap masalah tauhid.” (lihat At-Tauhid, Ya ‘Ibadallah, hal. 44)

Memurnikan amal dan ibadah untuk Allah adalah tujuan utama dakwah para rasul. Allah mengutus mereka untuk mengajak manusia beribadah kepada Allah semata dan menjauhi thaghut. Tidaklah Allah mengutus seorang rasul kecuali Allah perintahkan mereka untuk mendakwahkan kalimat tauhid kepada umatnya. Inilah dakwah yang diserukan Nuh ‘alaihis salam kepada umatnya. Inilah dakwah yang diserukan Ibrahim ‘alaihis salam kepada ayah dan kaumnya. Inilah dakwah yang diserukan ‘Isa ‘alaihis salam kepada pengikutnya. Tidaklah mereka menyerukan kecuali agar manusia menghamba kepada Allah semata dan meninggalkan segala sesembahan selain-Nya.

Ibadah kepada Allah bukanlah sarana untuk merebut simpati massa, bukan alat untuk mendongkrak popularitas dan kedudukan di mata publik. Ibadah adalah hak Allah semata, tiada seorang pun -bahkan wali atau pun nabi, malaikat juga tidak- yang berhak menerima amal dan ibadah. Ibadah bukan kendaraan untuk meraih sanjungan dan ambisi dunia. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hak Allah atas hamba adalah mereka beribadah kepada-Nya dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Sebagaimana ibadah tidaklah disebut ibadah kecuali apabila disertai dengan tauhid, maka demikian pula amalan tidaklah disebut amalan yang benar kecuali apabila dilandasi dengan keikhlasan. Allah berfirman dalam hadits qudsi, “Aku adalah Dzat yang paling tidak membutuhkan sekutu. Barangsiapa yang melakukan suatu amal yang dia mempersekutukan bersama diri-Ku dengan sesuatu selain Aku, Aku tinggalkan dia bersama kesyirikannya itu.” (HR. Muslim)

Amal-amal yang tidak ikhlas akan berubah menjadi laksana debu yang berterbangan alias sia-sia. Amal-amal yang tidak ikhlas hanya akan membuahkan penyesalan demi penyesalan; bahkan penderitaan. Ketergantungan hati kepada selain Allah, berharap kepadanya, takut dan menyandarkan urusan kepadanya; itu semua akan merusak hati dan mengotori kesucian jiwa. Sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya dan betapa beruntung mereka yang membersihkan jiwanya dari kotoran syirik dan kekafiran.

Allah berfirman (yang artinya), “Dan Kami hadapi segala amal yang dahulu mereka kerjakan, lalu Kami jadikan ia bagaikan debu yang beterbangan.” (Al-Furqan : 23)

Allah berfirman (yang artinya), “Pada hari itu -kiamat- tiada berguna harta dan keturunan kecuali bagi orang yang datang menghadap Allah dengan hati yang selamat.” (Asy-Syu’ara’ : 88-89)

Hati yang selamat adalah hati kaum beriman, bukan hati orang kafir dan munafik. Hati yang selamat adalah hati insan bertauhid, bukan hati kaum musyrik. Hati yang selamat adalah hati yang berhiaskan akidah sahihah dan berlepas diri dari akidah-akidah bid’ah. Hati yang selamat adalah hati yang ikhlas, bukan hati yang penuh dengan riya’, ‘ujub, dan kesombongan. Hati yang selamat adalah hati yang berhias dengan ketakwaan, bukan hati yang tercelup di dalam kefajiran.

Allah berfirman (yang artinya), “Maka barangsiapa yang mengharapkan perjumpaan dengan Rabbnya hendaklah dia melakukan amal salih dan tidak mempersekutukan dalam beribadah kepada Rabbnya dengan sesuatu apapun.” (Al-Kahfi : 110)

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya barangsiapa yang mempersekutukan Allah maka sungguh Allah haramkan atasnya surga dan tempat tinggalnya adalah neraka, dan tiada bagi orang-orang zalim itu penolong.” (Al-Ma’idah : 72)

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik kepada-Nya dan akan mengampuni dosa yang berada di bawah tingkatannya bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (An-Nisaa’ : 48)

Adalah menjadi kewajiban bagi kita untuk mengikhlaskan ibadah dan amal kepada Allah semata. Meninggalkan segala pujaan dan sesembahan selain-Nya, siapa pun atau apa pun ia. Karena tiada yang layak untuk dijadikan tempat bergantungnya hati, tumpuan rasa takut dan harap selain Allah semata. Allah berfirman (yang artinya), “Sembahlah Allah dan janganlah kalian mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” (An-Nisaa’ : 36)

Dimanakah akidah tauhid yang ada di dalam jiwa para penduduk negeri; ketika kubur-kubur dipuja dan tempat-tempat keramat disembah-sembah dan manusia mencari keberkahan darinya? Dimanakah akidah tauhid yang ada di dalam sanubari penduduk negeri; ketika jimat dan pelet serta paranormal dengan leluasa merusak pikiran dan keimanan putra-putra bangsa? Dimanakah akidah tauhid yang ada di dalam hati penduduk negeri; ketika suara dan hawa nafsu manusia dipertuhankan sementara hukum dan syari’at Allah dipinggirkan dan dihinakan?

Pertolongan dan kemenangan seperti apakah yang mereka impikan sementara akidah tauhid dilecehkan, akidah Islam diinjak-injak, dan kemusyrikan terus merajalela dengan kedok melestarikan warisan leluhur dan meningkatkan pariwisata? Kejayaan macam apakah yang diinginkan oleh umat Islam tatkala para Sahabat dan salafus shalih dilecehkan sementara para artis dan selebritis justru menjadi pujaan dan tokoh yang dibangga-banggakan?


Artikel asli: https://www.al-mubarok.com/kepada-siapa-anda-beramal-dan-berharap/